Pada zaman purba, atau pada masyarakat yang masih sangat
sederhana, orang belum bisa menggunakan uang. Manusia pada zaman itu masih
membuat dan mencari sendiri barang yang mereka butuhkan dengan memanfaatkan
alam. Namun seiring perkembangan zaman, kebutuhan manusia semakin kompleks
(beragam). Kebutuhan tersebut tidak dapat mereka hasilkan sendiri. Jika mereka
membutuhkan sesuatu yang tidak mereka miliki, barulah mereka menukarkan barang
dengan kelompok masyarakat di daerah lain. Mereka menukarkan barang yang mereka
punya dengan barang yang mereka butuhkan. Cara penukaran seperti ini disebut
barter. Syarat-syarat terjadinya berter, antara lain:
·
Orang yang melakukan barter harus
memiliki barang yang akan ditukarkan.
·
Orang yang akan melakukan barter
harus saling membutuhkan barang yang akan ditukarkan pada waktu yang sama.
·
Barang-barang yang akan
ditukarkan harus memiliki nilai yang sama.
Dalam melakukan barter sering ditemukan
beberapa hambatan, antara lain:
·
Untuk memperoleh barang yang
dibutuhkan, kita harus menemukan orang yang mau menukarkan barang tersebut
dengan barang yang ia butuhkan. Padahal cukup sulit menemukan kehendak ganda
yang selaras (double coincidence of wants).
·
Barang yang ditukarkan tidak
dapat dipecah-pecah menjadi satuan yang lebih kecil untuk membagi nilainya.
Karena
menghadapi kesulitan dalam melakukan barter, masyarakat berusaha menukarkan
barang yang mereka miliki dengan barang yang paling disukai atau dianggap
berharga oleh orang lain. Lama kelamaan, barang tersebut menjadi alat tukar (commodity money). Contoh uang barang :
Barang, Senjata dan Kulit Hewan. Benda yang digunakan sebagai uang barang harus
bersifat:
·
Digemari oleh masyarakat
setempat.
·
Jumlahnya terbatas.
·
Mempunyai nilai tinggi.
Dibandingkan
dengan sistem barter, pertukaran dengan uang barang lebih praktis. Namun,
sistem ini masih belum memuaskan karena beberapa sebab berikut :
·
Sulit disimpan dan dibawa.
·
Tidak tahan lama.
·
Tidak dapat dipecah-pecah.
·
Nilainya tidak tetap.
Dari
sekian banyak bendak yang digunakan sebagai uang barang, logam-logam mulia
seperti emas, perak, tembaga dan alumunium merupakan benda yang paling memenuhi
syarat sebagai uang barang. Kemudian selama beberapa abad manusia menggunakan
logam mulia sebagai uang. Uang yang terbuat dari logam mulia seperti emas dan
perak disebut full bodied money, artinya
nilai yang tertera sama dengan nilai yang terkandung didalamnya.
Awalnya
potongan-potongan logam mulia ditimbang dan ditentukan kadarnya. Karena hal ini
sulit dilakukan, maka para penguasa memerintahkan para pengrajin logam untuk
menempanya menjadi kecil lalu diberi cap resmi kerajaan untuk menjamin
nilainya. Penggunaan emas dan logam sebagai uang dalam bentuk koin diciptakan
oleh Croesus di Yunani , sekitar 560-546 SM. Sistem uang logam ini sudah lebih
baik dari uang barang, hanya saja sistem ini memiliki kelemahan, yaitu :
·
Cadangan emas dan perak di
berbagai daerah tidak sama.
·
Sulit dipindahkan atau disimpan,
terutama dalam julah besar.
·
Emas dan perak juga mempunyai
fungsi lain, sehingga ada pembatasan untuk menggunakannya sebagai uang
Salah satu kelemahan uang logam adalah resiko
keamanan dan ketidak praktisan keika dibawa atau disimpan Dallam jumlah besar. Untuk
mengatasinya, uang logam tersebut dititipkan pada pengrajin emas atau perak.
Sebagai bukti kepemilikan, pengrajin emas mengeluarkan surat yang dapat
digunakan pemiliknya sebagai alat pembayaran. Dari sini, mulailah tahap
penggunaan uang kertas yang merupakan bukti kepemilikan emas dan perak. Pada
perkembangan selanjutnya, bukan pengrajin emas atau perak yang mengeluarkan
uang kertas, melainkan pemerintah kerajaan atau Negara. Uang kertas yang
diterbitkan pun tidak lagi dijamin nilainya, namun masyarak mau menerimanya
karena pemerintah menetapkan uang tersebut sebagai alat tukar resmi di
wilayahnya.
0 komentar:
Posting Komentar